Spermatokel adalah kondisi medis yang sering tidak disadari karena tidak menimbulkan gejala nyeri. Namun, meskipun umumnya tidak berbahaya, pemahaman tentang spermatokel penting bagi Dads dan Moms yang memperhatikan kesehatan reproduksi. Mengetahui penyebab, gejala, dan cara penanganannya dapat membantu mengambil keputusan medis dengan tepat dan tenang. Spermatokel merupakan kista berisi cairan yang terbentuk di epididimis, saluran […]
Spermatokel adalah kondisi medis yang sering tidak disadari karena tidak menimbulkan gejala nyeri. Namun, meskipun umumnya tidak berbahaya, pemahaman tentang spermatokel penting bagi Dads dan Moms yang memperhatikan kesehatan reproduksi. Mengetahui penyebab, gejala, dan cara penanganannya dapat membantu mengambil keputusan medis dengan tepat dan tenang.
Spermatokel merupakan kista berisi cairan yang terbentuk di epididimis, saluran kecil yang berada di atas testis dan berfungsi menyimpan serta mengangkut sperma. Cairan di dalam spermatokel biasanya mengandung sperma yang tidak bergerak. Spermatokel bersifat jinak, tidak menyebabkan kanker, dan sering kali ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan fisik.
Penyebab Spermatokel

Sumber gambar: Freepik
Hingga saat ini, penyebab pasti spermatokel belum diketahui. Namun, beberapa teori menyebut bahwa kondisi ini bisa terjadi akibat penyumbatan pada saluran epididimis yang menyebabkan penumpukan cairan dan sperma. Faktor risiko yang mungkin:
1. Usia pria antara 20 hingga 50 tahun
Spermatokel paling sering ditemukan pada pria berusia antara 20 hingga 50 tahun, usia reproduktif aktif ketika sistem reproduksi pria sedang berada dalam fase fungsional optimal. Meskipun penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami, perubahan fisiologis yang berkaitan dengan produksi sperma dan keseimbangan hormon di rentang usia ini diyakini berperan dalam kemunculan spermatokel.
Pada sebagian besar kasus, spermatokel bersifat jinak dan tidak menimbulkan gejala berarti, namun bisa terdeteksi saat pemeriksaan fisik atau saat Dads merasa ada benjolan di skrotum. Mendeteksi sejak dini pada rentang usia ini penting untuk membedakannya dari kondisi serius lain seperti tumor testis.
Baca juga: Masa Subur Pria: Memahami Kesuburan dan Faktor yang Mempengaruhinya
2. Riwayat trauma ringan di area skrotum
Cedera ringan di skrotum, seperti benturan saat olahraga atau kecelakaan ringan, dapat memicu terbentuknya spermatokel. Trauma ini bisa menyebabkan saluran epididimis tersumbat, sehingga cairan sperma menumpuk dan membentuk kista kecil yang disebut spermatokel.
Moms maupun Dads sebaiknya waspada terhadap benjolan yang muncul setelah kejadian seperti itu, meskipun tidak menimbulkan nyeri. Pemeriksaan oleh dokter penting dilakukan untuk memastikan apakah benjolan tersebut berbahaya atau merupakan spermatokel jinak.
3. Infeksi sebelumnya di saluran reproduksi
Infeksi yang pernah terjadi di saluran reproduksi pria, seperti epididimitis, dapat meningkatkan risiko terbentuknya spermatokel. Peradangan akibat infeksi bisa mengganggu aliran sperma dalam epididimis, sehingga cairan sperma tertahan dan membentuk kista.
Infeksi ini kadang tidak disadari atau tidak ditangani secara tuntas, sehingga Dads baru menyadari dampaknya saat merasakan benjolan atau ketidaknyamanan. Oleh karena itu, menjaga kebersihan organ reproduksi dan segera mengobati infeksi adalah langkah penting dalam mencegah komplikasi seperti spermatokel.
Baca juga: Mengenal Prostatitis, Penyakit Prostat yang Rawan Pada Pria
Gejala Spermatokel
Sebagian besar Dads dengan spermatokel tidak mengalami gejala apa pun. Namun, jika ukurannya cukup besar, bisa timbul:
- Benjolan halus di atas atau di belakang testis
- Rasa tidak nyaman atau berat di skrotum
- Nyeri ringan saat beraktivitas
- Kadang terasa seperti ada kantung berisi air di dalam skrotum
Kondisi ini biasanya tidak memengaruhi kesuburan, kecuali jika terjadi komplikasi atau disertai gangguan lain pada sistem reproduksi.
Apakah Spermatokel Mempengaruhi Kesuburan?

Sumber gambar: iStock
Secara umum, spermatokel tidak secara langsung memengaruhi kesuburan pria. Benjolan berisi cairan ini biasanya terbentuk di dekat epididimis dan sering kali bersifat jinak serta tidak mengganggu produksi maupun kualitas sperma. Banyak Dads yang memiliki spermatokel tetap dapat memiliki keturunan secara alami tanpa mengalami masalah reproduksi.
Namun, jika spermatokel tumbuh cukup besar atau menimbulkan nyeri, tindakan pengangkatan bisa disarankan. Prosedur ini perlu dilakukan dengan hati-hati karena berisiko memengaruhi epididimis, saluran penting tempat sperma matang dan bergerak keluar. Jika saluran ini rusak selama operasi, jalur keluarnya sperma bisa terganggu, dan ini tentu berpotensi menurunkan kesuburan. Karena itu, sangat penting bagi Dads untuk berkonsultasi dengan dokter urolog sebelum memutuskan menjalani operasi pengangkatan spermatokel.
Baca juga: Berikut 3 Cara Meningkatkan Kualitas Sperma
Tips untuk Dads dalam Menjaga Kesehatan Skrotum
- Periksa testis secara berkala, terutama setelah mandi
- Jangan abaikan benjolan meskipun tidak nyeri
- Hindari cedera di area selangkangan
- Konsultasi jika ada perubahan bentuk atau rasa tidak nyaman
Spermatokel adalah kista jinak yang muncul di epididimis dan umumnya tidak berbahaya. Meski jarang menimbulkan masalah serius, memahami gejalanya tetap penting agar bisa ditangani dengan tepat jika mengganggu kenyamanan. Pemeriksaan rutin dan kesadaran akan kondisi tubuh menjadi langkah awal terbaik untuk menjaga kesehatan reproduksi pria.
Untuk informasi lebih mendalam mengenai kesehatan sistem reproduksi, program kehamilan, atau solusi untuk masalah infertilitas, dokter-dokter di Morula IVF Indonesia siap membantu. Klinik fertilitas Morula IVF menawarkan konsultasi yang komprehensif dan profesional serta berbagai teknologi canggih seperti Inseminasi Buatan, Bayi Tabung, dan lainnya. Dengan pengalaman lebih dari dua dekade, Morula IVF memiliki tim spesialis kandungan yang berdedikasi untuk mendukung Dads dalam usaha memiliki anak yang sehat. Hubungi Morula IVF melalui website resmi atau secara langsung untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan konsultasi.
Referensi:
- Mayo Clinic. “Spermatocele”. Diakses 21 April 2025.
- Cleveland Clinic. “Spermatocele”. Diakses 21 April 2025.
- Medscape. “Spermatocele Overview”. Diakses 21 April 2025.