Semua Artikel

Distosia Bahu: Risiko, Gejala, dan Penanganannya

Hamzah
08 Apr 2025
Share Facebook Twitter WhatsApp
Distosia Bahu: Risiko, Gejala, dan Penanganannya

Distosia bahu adalah kondisi darurat saat proses persalinan di mana bahu bayi tersangkut di belakang tulang kemaluan ibu setelah kepala bayi berhasil lahir. Meskipun kejadian ini relatif jarang terjadi, distosia bahu bisa menimbulkan risiko serius bagi ibu maupun bayi jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, penting bagi Moms untuk memahami kondisi […]

Distosia bahu adalah kondisi darurat saat proses persalinan di mana bahu bayi tersangkut di belakang tulang kemaluan ibu setelah kepala bayi berhasil lahir. Meskipun kejadian ini relatif jarang terjadi, distosia bahu bisa menimbulkan risiko serius bagi ibu maupun bayi jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, penting bagi Moms untuk memahami kondisi ini agar dapat mengenali tanda-tanda awal, memahami penyebabnya, serta mengetahui langkah pencegahan dan penanganannya.

Apa Itu Distosia Bahu?

Distosia bahu (shoulder dystocia) adalah komplikasi obstetrik yang terjadi saat salah satu atau kedua bahu bayi mengalami kesulitan keluar dari jalan lahir setelah kepala bayi lahir. Kondisi ini dapat menyebabkan keterlambatan persalinan dan memerlukan manuver obstetrik khusus untuk membantu proses kelahiran.

Secara teknis, distosia bahu didefinisikan sebagai kegagalan bahu anterior bayi untuk melewati tulang pubis ibu setelah kepala bayi telah keluar, biasanya dalam waktu lebih dari 60 detik. Penanganan cepat sangat penting untuk mencegah gangguan oksigen pada bayi dan komplikasi lainnya.

Baca juga: Persalinan Macet: Penyebab, Risiko, dan Cara Mencegahnya

Penyebab dan Faktor Risiko Distosia Bahu

Distosia bahu bisa terjadi secara tidak terduga, tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi ini. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Bayi besar (makrosomia): Bayi dengan berat lebih dari 4.000 gram berisiko lebih tinggi mengalami distosia bahu.

  • Diabetes gestasional: Moms dengan kadar gula darah tinggi selama kehamilan cenderung memiliki bayi berukuran besar.

  • Riwayat distosia bahu sebelumnya: Jika sebelumnya Moms pernah mengalami kondisi ini, risiko terulang kembali meningkat.

  • Proses persalinan yang lama atau penggunaan alat bantu seperti vakum atau forceps juga bisa meningkatkan risiko.

Meskipun demikian, sekitar 50% kasus distosia bahu terjadi tanpa adanya faktor risiko yang jelas. Oleh karena itu, kesiapan tim medis saat proses persalinan menjadi sangat penting.

Baca juga: Mengenal Alat Bantu Persalinan, Apa Saja Jenis dan Fungsinya?

Gejala dan Tanda Distosia Bahu

Tidak seperti kondisi lain yang bisa dideteksi sejak awal, distosia bahu biasanya hanya diketahui saat proses persalinan berlangsung. Tanda paling umum adalah “turtle sign”, yaitu ketika kepala bayi keluar lalu tampak kembali masuk ke vagina, seperti kura-kura yang menarik kepalanya.

Dalam beberapa kasus, dokter atau bidan juga mungkin menyadari adanya hambatan saat mencoba menarik tubuh bayi keluar setelah kepala lahir. Tindakan segera sangat diperlukan untuk menghindari hipoksia (kekurangan oksigen) pada bayi.

Baca juga: Gawat Janin: Penyebab, Gejala, dan Pencegahannya

Bagaimana Cara Menangani Distosia Bahu?

distosia bahu

Sumber gambar: Freepik

1. Teknik dan Prosedur Medis

Saat distosia bahu terjadi, tim medis akan segera melakukan manuver khusus untuk membantu mengeluarkan bahu bayi. Beberapa metode yang biasa digunakan adalah:

  • Manuver McRoberts: Posisi kaki ibu ditarik ke arah dada untuk meluruskan panggul dan memberi ruang lebih bagi bayi.

  • Tekanan suprapubik: Tekanan ringan diberikan pada bagian atas tulang kemaluan untuk membantu melepaskan bahu bayi.

  • Manuver Rubin atau Woods: Teknik memutar bahu bayi agar lebih mudah keluar dari jalan lahir.

Jika semua cara gagal, dalam kasus yang sangat jarang, prosedur seperti episiotomi luas atau bahkan operasi darurat mungkin diperlukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi.

2. Peran Persiapan dan Tim Medis

Moms yang memiliki faktor risiko distosia bahu seperti riwayat melahirkan bayi besar, diabetes gestasional, atau kehamilan sebelumnya dengan komplikasi serupa, sangat disarankan untuk berkonsultasi lebih awal dengan dokter kandungan. Dengan mengetahui risiko sejak dini, tim medis bisa menyiapkan strategi persalinan yang paling aman dan sesuai dengan kondisi masing-masing pasien, termasuk mempertimbangkan proses persalinan yang terencana.

Keberadaan tim medis yang berpengalaman serta kesiapan fasilitas rumah sakit sangat berperan dalam mengurangi potensi komplikasi. Oleh karena itu, komunikasi terbuka antara Moms dan dokter sangat penting agar segala kemungkinan dapat diantisipasi secara matang. Persalinan dengan risiko distosia bahu memerlukan tindakan cepat, sehingga perencanaan yang baik bisa menjadi kunci keselamatan ibu dan bayi.

Potensi Komplikasi Distosia Bahu

distosia bahu

Sumber gambar: Freepik

Dampak Pada Bayi

Jika tidak ditangani dengan cepat, distosia bahu dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada bayi, seperti:

  • Cedera pleksus brakialis: Gangguan saraf pada lengan dan bahu yang bisa menyebabkan kelemahan otot atau kelumpuhan sementara.

  • Fraktur tulang selangka atau lengan: Terjadi akibat tekanan atau manuver saat mencoba mengeluarkan bayi.

  • Asfiksia: Kekurangan oksigen yang dapat memengaruhi otak bayi jika proses berlangsung terlalu lama.

Sebagian besar komplikasi ini bisa ditangani dan bayi dapat pulih sepenuhnya, tetapi penanganan yang cepat sangat krusial.

Dampak Pada Ibu

Selain bayi, Moms juga bisa mengalami komplikasi, seperti:

  • Robekan perineum yang lebih parah.

  • Perdarahan pasca-persalinan akibat trauma jaringan.

  • Trauma emosional karena pengalaman persalinan yang sulit.

Oleh karena itu, pemantauan pasca-persalinan juga penting untuk memastikan pemulihan fisik dan mental yang optimal bagi Moms.

Untuk informasi lebih mendalam mengenai kesehatan sistem reproduksi, program kehamilan, atau solusi untuk masalah infertilitas, dokter-dokter di Morula IVF Indonesia siap membantu. Klinik fertilitas Morula IVF menawarkan konsultasi yang komprehensif dan profesional serta berbagai teknologi canggih seperti Inseminasi Buatan, Bayi Tabung, dan lainnya. Dengan pengalaman lebih dari dua dekade, Morula IVF memiliki tim spesialis kandungan yang berdedikasi untuk mendukung Moms dalam usaha memiliki anak yang sehat. Hubungi Morula IVF melalui website resmi atau secara langsung untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan konsultasi. 

Referensi

Share Facebook Twitter WhatsApp

Artikel Terkait

Masa Kehamilan Amankah Menggendong Anak Saat Hamil?

Amankah Menggendong Anak Saat Hamil?

Hamzah
13 Aug 2025

Bagi Moms yang sedang hamil namun masih memiliki anak kecil, menggendong mereka sering kali menjadi rutinitas harian. Meski penuh kasih sayang, pertanyaan yang sering muncul adalah amankah aktivitas ini dilakukan…

Selengkapnya
Masa Kehamilan Penyebab Sakit Perut Saat Hamil dan Cara Mengatasinya

Penyebab Sakit Perut Saat Hamil dan Cara Mengatasinya

Hamzah
11 Aug 2025

Banyak Moms yang mengalami sakit perut selama kehamilan, mulai dari rasa tidak nyaman ringan hingga nyeri yang cukup mengganggu. Sebagian besar bersifat normal karena tubuh sedang beradaptasi dengan perkembangan janin,…

Selengkapnya
Masa Kehamilan Penyebab Gusi Berdarah Saat Hamil dan Solusi Amannya

Penyebab Gusi Berdarah Saat Hamil dan Solusi Amannya

Hamzah
11 Aug 2025

Banyak Moms yang terkejut ketika menyadari gusinya lebih sensitif dan mudah berdarah selama kehamilan. Kondisi ini memang umum terjadi, tetapi tetap tidak boleh diabaikan. Perubahan hormon, pola makan, dan kebiasaan…

Selengkapnya