Hipotonia atau kondisi otot lemah pada bayi bisa membuat Moms dan Dads khawatir, apalagi jika si kecil tampak lemas saat digendong atau mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik. Meski tidak selalu berbahaya, hipotonia bisa jadi tanda adanya gangguan medis yang perlu penanganan tepat. Yuk, kenali penyebab, gejala, dan cara mengatasi kondisi ini agar Moms dan Dads […]
Hipotonia atau kondisi otot lemah pada bayi bisa membuat Moms dan Dads khawatir, apalagi jika si kecil tampak lemas saat digendong atau mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik. Meski tidak selalu berbahaya, hipotonia bisa jadi tanda adanya gangguan medis yang perlu penanganan tepat. Yuk, kenali penyebab, gejala, dan cara mengatasi kondisi ini agar Moms dan Dads lebih siap mendukung tumbuh kembang buah hati.
Apa Itu Hipotonia?
Hipotonia adalah kondisi di mana otot bayi memiliki tonus atau tegangan otot yang lebih rendah dari normal. Bayi dengan hipotonia sering disebut “floppy baby” karena tubuhnya tampak lebih lemas, terutama saat digendong. Kondisi ini bisa bersifat ringan, sedang, hingga berat, dan dapat bersifat sementara atau jangka panjang tergantung penyebabnya.
Penyebab Hipotonia pada Bayi

Sumber gambar: iStock
Hipotonia bisa terjadi akibat berbagai kondisi medis, mulai dari bawaan lahir hingga gangguan yang berkembang seiring waktu. Beberapa penyebab umum meliputi:
1. Gangguan Genetik
Beberapa kondisi genetik seperti sindrom Down, sindrom Prader-Willi, dan Tay-Sachs diketahui sebagai penyebab utama hipotonia pada bayi baru lahir. Gangguan ini dapat memengaruhi struktur otot, sistem saraf, atau metabolisme yang berperan dalam tonus otot.
Hipotonia akibat faktor genetik umumnya sudah tampak sejak bayi lahir atau di bulan-bulan awal kehidupannya. Moms mungkin akan menyadari bahwa si kecil tampak lebih lemas, sulit mengangkat kepala, atau tidak aktif saat digendong.
Baca juga: Cegah Anak dari Gangguan Genetik dengan Uji Genetik Prakonsepsi
2. Kelainan Neurologis
Kelainan yang menyerang otak, saraf tulang belakang, atau saraf perifer juga bisa menyebabkan hipotonia. Beberapa contoh yang paling umum termasuk cerebral palsy, distrofi otot, dan spinal muscular atrophy (SMA).
Ketika sinyal dari otak tidak sampai ke otot dengan baik, otot bayi tidak mendapatkan rangsangan untuk berkontraksi. Akibatnya, Dads bisa melihat bayi mengalami kesulitan dalam menggenggam, merangkak, atau bahkan mengisap saat menyusu.
3. Infeksi atau Cedera Saat Lahir
Infeksi seperti meningitis atau ensefalitis yang menyerang sistem saraf pusat bisa menyebabkan otot bayi menjadi lemas. Begitu juga dengan cedera saat proses persalinan yang menyebabkan kerusakan pada otak atau saraf.
Kondisi ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan menunjukkan gejala yang cepat, seperti kejang atau penurunan kesadaran. Jika Moms mencurigai adanya perubahan drastis pada respons motorik bayi, segera periksa ke dokter.
4. Kondisi Metabolik
Beberapa bayi terlahir dengan kelainan metabolik seperti gangguan mitokondria atau gangguan enzim tertentu. Masalah ini dapat menghambat produksi energi yang dibutuhkan otot untuk bekerja optimal.
Kekurangan energi ini menyebabkan otot menjadi lemas dan cepat lelah, meskipun aktivitas yang dilakukan ringan. Dalam banyak kasus, hipotonia jenis ini juga disertai masalah lain seperti kesulitan makan dan gagal tumbuh yang perlu ditangani secara komprehensif oleh tim medis.
Baca juga: Intrauterine Growth Restriction (IUGR), Kondisi Pertumbuhan Janin yang Terhambat
5. Idiopatik
Dalam beberapa kasus, penyebab pasti dari hipotonia tidak bisa diketahui meskipun sudah dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Kondisi ini disebut sebagai hipotonia idiopatik dan tetap memerlukan pemantauan serta stimulasi fisik rutin.
Meski tidak memiliki penyebab yang jelas, bayi dengan hipotonia idiopatik tetap dapat berkembang secara normal jika mendapatkan dukungan terapi yang tepat. Konsistensi Moms dan Dads dalam menjalani terapi akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan si kecil ke depannya.
Gejala Hipotonia pada Bayi
Gejala hipotonia biasanya bisa dikenali sejak dini, terutama dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Tanda-tanda yang perlu diperhatikan antara lain:
-
Tubuh bayi terasa lemas saat digendong
-
Kepala cenderung jatuh ke belakang saat ditopang
-
Gerakan lambat atau minim
-
Keterlambatan dalam duduk, merangkak, atau berjalan
-
Kesulitan mengisap atau menelan
-
Kurangnya kekuatan otot saat menggenggam benda
Hipotonia juga bisa terlihat saat bayi tidak bisa mempertahankan posisi kepala ketika tengkurap atau sulit mengangkat tubuh saat tummy time.
Cara Mengatasi Hipotonia pada Bayi

Sumber gambar: iStock
Penanganan tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan. Beberapa pendekatan yang umum digunakan meliputi:
1. Terapi Fisik (Fisioterapi)
Terapi fisik merupakan pendekatan utama untuk membantu memperkuat otot dan meningkatkan koordinasi tubuh bayi. Melalui latihan-latihan ringan yang dilakukan secara rutin, otot-otot yang lemah akan dirangsang agar berfungsi lebih baik.
Fisioterapis akan menyusun program latihan sesuai usia dan kemampuan bayi. Semakin dini terapi ini dimulai, biasanya hasilnya akan lebih efektif dalam mendukung keterampilan motorik kasar seperti tengkurap, duduk, dan merangkak.
Baca juga: Growth Spurt, Masa Pertumbuhan Pesat pada Bayi dan Anak
2. Terapi Okupasi
Terapi okupasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus, seperti menggenggam mainan, makan sendiri, dan mengontrol gerakan tubuh dalam aktivitas harian. Terapi ini sangat penting jika hipotonia mengganggu kemandirian bayi dalam fungsi sehari-hari.
Dengan bantuan terapis, Moms dan Dads juga akan diajari cara mendukung kegiatan anak di rumah. Rutinitas sederhana bisa diubah menjadi sarana stimulasi, misalnya dengan memberi mainan yang mendorong interaksi tangan dan mata.
3. Terapi Wicara
Jika otot-otot mulut dan wajah ikut terdampak, terapi wicara bisa sangat membantu. Selain mendukung kemampuan berbicara di masa depan, terapi ini juga penting untuk melatih keterampilan dasar seperti mengisap, menelan, dan makan.
Terapi wicara tidak hanya soal bicara, tapi juga melibatkan penguatan otot-otot mulut dan lidah. Dukungan ini penting agar bayi tidak mengalami hambatan dalam tumbuh kembang nutrisi dan komunikasi.
4. Nutrisi dan Dukungan Gizi
Beberapa bayi dengan hipotonia mengalami kesulitan makan atau menyusu, sehingga berisiko kekurangan gizi. Konsultasi dengan ahli gizi bisa membantu menyusun rencana makan yang tepat, baik melalui makanan padat maupun tambahan suplemen jika dibutuhkan.
Asupan nutrisi yang seimbang akan membantu memperkuat otot, mendukung sistem imun, dan menjaga berat badan bayi tetap ideal. Jangan ragu untuk berkonsultasi jika Moms merasa si kecil mengalami masalah makan yang berkelanjutan.
Baca juga: Perhatikan 8 Jenis Makanan Bergizi Berikut untuk Ibu Menyusui
5. Perawatan Medis
Jika hipotonia disebabkan oleh gangguan medis seperti infeksi, gangguan genetik, atau kelainan metabolik, maka dokter akan memberikan pengobatan spesifik. Diagnosis yang tepat sangat penting untuk merancang langkah penanganan jangka panjang yang efektif.
Selain terapi, dokter mungkin akan merekomendasikan pemeriksaan lanjutan seperti tes darah, MRI, atau evaluasi genetik. Keterlibatan aktif Dads dan Moms dalam proses pengobatan akan sangat membantu mempercepat pemulihan kondisi bayi.
Apakah Hipotonia Bisa Sembuh?
Prognosis sangat bergantung pada penyebab. Hipotonia ringan bisa membaik dengan terapi rutin, sementara kondisi yang disebabkan oleh penyakit genetik atau neurologis kronis mungkin memerlukan dukungan jangka panjang. Konsistensi terapi sangat penting untuk mengoptimalkan perkembangan bayi.
Hipotonia pada bayi bukan hanya sekadar otot lemas, tapi bisa menjadi petunjuk adanya kondisi medis yang lebih kompleks. Deteksi dini, dukungan terapi rutin, dan perhatian Moms dan Dads sangat berperan penting dalam proses pemulihan dan tumbuh kembang si kecil. Selalu konsultasikan ke dokter spesialis anak jika Moms merasa ada yang berbeda dari perkembangan bayi.
Untuk informasi lebih mendalam mengenai kesehatan sistem reproduksi, program kehamilan, atau solusi untuk masalah infertilitas, dokter-dokter di Morula IVF Indonesia siap membantu. Klinik fertilitas Morula IVF menawarkan konsultasi yang komprehensif dan profesional serta berbagai teknologi canggih seperti Inseminasi Buatan, Bayi Tabung, dan lainnya. Dengan pengalaman lebih dari dua dekade, Morula IVF memiliki tim spesialis kandungan yang berdedikasi untuk mendukung Moms & Dads dalam usaha memiliki anak yang sehat. Hubungi Morula IVF melalui website resmi atau secara langsung untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan konsultasi.
Referensi:
- Cleveland Clinic. “Hypotonia in Babies”. Tanggal Akses 19 Juni 2025.
- Healthline. “Hypotonia: Symptoms, Causes, and Treatment”. Tanggal Akses 19 Juni 2025.
- Pregnancy, Birth and Baby. “Low Muscle Tone (Hypotonia) in Babies and Toddlers”. Tanggal Akses 19 Juni 2025.
- WebMD. “Hypotonia (Floppy Infant Syndrome)”. Tanggal Akses 19 Juni 2025.