Kortisol adalah hormon yang sering kali dikaitkan dengan stres. Namun, faktanya, hormon ini jauh lebih kompleks dan memainkan peran penting dalam berbagai fungsi tubuh. Untuk Moms dan Dads yang mungkin memiliki permasalahan dengan hormon kortisol ini, simak ulasan tentang kortisol berikut ini! Mulai dari definisinya, fungsi, hingga cara menjaga keseimbangan kadar hormon ini.
Apa Itu Kortisol?
Kortisol, atau yang dikenal juga sebagai hidrokortison, adalah hormon steroid yang diproduksi oleh kelenjar adrenal—dua kelenjar kecil di atas ginjal. Hormon ini dilepaskan ke aliran darah sebagai respons terhadap sinyal dari otak melalui sumbu HPA (Hipotalamus-Pituitari-Adrenal). Sumbu ini adalah sistem utama yang mengatur respons tubuh terhadap stres.
Menurut Medical News Today, kadar kortisol dalam tubuh kita bervariasi sepanjang hari. Biasanya, hormon ini mencapai puncaknya di pagi hari dan menurun di malam hari, membantu mengatur siklus tidur-bangun.
Baca juga: 4 Olahraga Meningkatkan Hormon Testosteron
Fungsi Hormon Kortisol dalam Tubuh
Kortisol memiliki peran yang sangat luas, tidak hanya dalam mengatur stres, tetapi juga mendukung berbagai proses penting dalam tubuh. Berikut beberapa fungsi utamanya:
1. Pengelolaan Energi
Kortisol membantu tubuh mengubah lemak, protein, dan karbohidrat menjadi energi. Ini sangat penting saat tubuh menghadapi stres, karena energi ekstra diperlukan untuk bertahan.
2. Anti-Inflamasi
Hormon ini memiliki sifat antiinflamasi yang membantu mengurangi peradangan. Karena sifat ini, kortisol sering digunakan sebagai bahan dalam obat-obatan untuk mengatasi alergi atau penyakit autoimun.
3. Pengaturan Tekanan Darah
Kortisol membantu mempertahankan tekanan darah agar tetap stabil. Tanpa kadar kortisol yang cukup, tekanan darah dapat menurun drastis, menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai insufisiensi adrenal.
4. Respons Stres
Ketika tubuh menghadapi situasi stres, kortisol membantu dengan meningkatkan glukosa dalam darah, meningkatkan energi, dan mempersiapkan tubuh untuk menghadapi tantangan (fight or flight response).

Apa yang Terjadi Jika Kadar Kortisol Tidak Seimbang?
Ketidakseimbangan kortisol bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, baik jika kadarnya terlalu tinggi maupun terlalu rendah.
Kortisol Tinggi (Hiperadrenalisme)
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh stres kronis atau penyakit seperti sindrom Cushing. Gejalanya meliputi:
- Berat badan meningkat, terutama di sekitar perut.
- Wajah tampak bengkak.
- Gangguan tidur dan kelelahan.
Studi menunjukkan bahwa kortisol yang terlalu tinggi juga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan gangguan kognitif seperti penurunan memori.
Kortisol Rendah (Insufisiensi Adrenal)
Kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan ekstrem, tekanan darah rendah, dan bahkan krisis adrenal jika tidak ditangani. Salah satu penyebab utama adalah penyakit Addison, di mana kelenjar adrenal tidak menghasilkan cukup hormon.
Hormon Kortisol dan Kesuburan
Kortisol memiliki dampak signifikan terhadap kesuburan, baik pada pria maupun wanita. Pada wanita, kadar kortisol yang tinggi dapat mengganggu siklus menstruasi dan ovulasi, yang merupakan faktor penting dalam proses kehamilan. Ketidakseimbangan hormon akibat stres kronis juga dapat menurunkan produksi hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron.
Sementara itu, pada pria, kadar kortisol yang tinggi dapat menurunkan kualitas sperma dan mengurangi kadar testosteron, yang memengaruhi kemampuan reproduksi. Studi menunjukkan bahwa manajemen stres yang baik dapat membantu mengembalikan keseimbangan hormon ini dan meningkatkan peluang untuk memiliki keturunan.
Untuk Moms dan Dads yang masih dalam program kehamilan ataupun tengah mengalami permasalahan infertilitas, Anda bisa konsultasikan dengan dokter-dokter kandungan profesional di Morula IVF Indonesia.

Kortisol dan Stres: Teman atau Musuh?
Meskipun sering disebut “hormon stres,” kortisol sebenarnya adalah sekutu tubuh saat stres datang. Namun, ketika stres berlangsung terus-menerus tanpa jeda, kadar kortisol yang tinggi dapat merusak tubuh. Menurut WebMD, stres kronis dapat menyebabkan:
- Sistem kekebalan melemah, meningkatkan risiko infeksi.
- Penurunan kualitas tidur yang berdampak pada kesehatan mental.
- Risiko obesitas dan diabetes tipe 2.
Baca juga: Memahami Baby Blues: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Cara Menjaga Keseimbangan Kortisol
1. Olahraga Teratur
Latihan fisik ringan seperti yoga, pilates, atau jalan kaki di pagi hari dapat membantu menurunkan kadar kortisol secara efektif. Aktivitas ini merangsang pelepasan hormon endorfin, yang dikenal sebagai “hormon bahagia,” membantu tubuh melawan efek negatif dari stres. Namun, ingatlah untuk tidak berlebihan. Olahraga intensitas tinggi yang berkepanjangan justru dapat meningkatkan kortisol, terutama jika tubuh kurang istirahat.
Tips: Cobalah olahraga yang terfokus pada pernapasan dan meditasi, seperti yoga vinyasa, yang tidak hanya melatih tubuh, tetapi juga menenangkan pikiran.
2. Tidur yang Cukup
Kualitas tidur yang baik memainkan peran penting dalam mengatur kadar kortisol. Kortisol biasanya menurun pada malam hari untuk memungkinkan tubuh beristirahat. Sebaliknya, kurang tidur atau gangguan tidur kronis dapat menyebabkan kadar kortisol meningkat dan merusak fungsi tubuh.
Tips:
- Pastikan Moms dan Dads mendapatkan 7-9 jam tidur berkualitas setiap malam.
- Hindari gadget setidaknya satu jam sebelum tidur, karena cahaya biru dari layar dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang membantu tidur.
3. Kelola Stres dengan Bijak
Stres adalah pemicu utama lonjakan kortisol. Praktik meditasi, mindfulness, atau sekadar meluangkan waktu untuk kegiatan yang Moms dan Dads sukai bisa menjadi cara ampuh untuk mengatasi stres. Menurut penelitian yang diterbitkan di Journal of Health Psychology, meditasi dapat menurunkan kadar kortisol dalam tubuh secara signifikan setelah hanya beberapa minggu latihan.
Tips:
- Luangkan 10-15 menit setiap hari untuk melakukan meditasi sederhana atau pernapasan dalam.
- Cobalah menulis jurnal untuk mencatat hal-hal positif yang terjadi setiap hari.
4. Pola Makan Sehat
Makanan yang Anda konsumsi dapat memengaruhi produksi hormon kortisol. Fokuslah pada makanan yang kaya akan:
- Serat, seperti sayuran hijau dan biji-bijian utuh, untuk mendukung pencernaan dan menjaga keseimbangan hormon.
- Omega-3, seperti ikan salmon dan kenari, yang memiliki efek antiinflamasi dan membantu mengatur kortisol.
- Protein berkualitas, seperti telur dan kacang-kacangan, yang memberikan energi tanpa lonjakan gula darah.
Tips: Hindari makanan olahan, gula berlebih, dan makanan tinggi lemak trans yang dapat meningkatkan peradangan dan mengganggu keseimbangan hormon.
5. Hindari Konsumsi Kafein Berlebih
Kafein, meskipun memberikan dorongan energi, dapat memicu peningkatan kortisol, terutama jika dikonsumsi dalam jumlah besar atau saat tubuh sedang stres.
Tips:
- Batasi konsumsi kafein hingga 1-2 cangkir kopi per hari, atau coba alternatif seperti teh herbal yang memiliki efek menenangkan.
- Hindari kafein di sore atau malam hari agar tidak mengganggu tidur.
Baca juga: Apa Itu Andropause? Gejala, Penyebab, dan Penanganannya
Kapan Harus Berkonsultasi dengan Dokter?
Jika Moms dan Dads merasa sering lelah, sulit tidur, atau mengalami gejala stres kronis lainnya, sebaiknya konsultasikan dengan dokter. Tes kadar kortisol, baik melalui darah, air liur, atau urin, dapat membantu mendiagnosis masalah yang mendasari.
Dengan memahami kortisol lebih dalam, kita bisa lebih bijak dalam menjaga kesehatan dan mengelola stres. Hormonnya penting, tetapi keseimbangan adalah kuncinya. Jangan lupa untuk selalu memprioritaskan kesehatan fisik dan mental ya, Moms dan Dads!
Referensi:
- WebMD. (n.d.). What Is Cortisol?. Diakses pada 4 Desember 2024.
- YourHormones. (n.d.). Cortisol. Diakses pada 4 Desember 2024.
- Medical News Today. (n.d.). Cortisol and Stress: How to Stay Healthy. Diakses pada 4 Desember 2024.
- Sapolsky, R. M., Romero, L. M., & Munck, A. U. (2000). How do glucocorticoids influence stress responses? Integrating permissive, suppressive, stimulatory, and preparative actions. Endocrine Reviews, 21(1), 55–89. Artikel ini diakses melalui PubMed Central (PMC) pada 4 Desember 2024.