Semua Artikel

Atonia Uteri: Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Hamzah
28 Apr 2025
Share Facebook Twitter WhatsApp
Atonia Uteri: Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Atonia uteri adalah kondisi serius yang bisa terjadi setelah persalinan, ketika rahim gagal berkontraksi dengan baik sehingga menyebabkan perdarahan hebat. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu setelah melahirkan, tetapi dengan deteksi cepat dan penanganan tepat, risikonya dapat dikurangi secara signifikan. Moms dan Dads perlu memahami apa itu atonia uteri, bagaimana mengenalinya, serta […]

Atonia uteri adalah kondisi serius yang bisa terjadi setelah persalinan, ketika rahim gagal berkontraksi dengan baik sehingga menyebabkan perdarahan hebat. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu setelah melahirkan, tetapi dengan deteksi cepat dan penanganan tepat, risikonya dapat dikurangi secara signifikan. Moms dan Dads perlu memahami apa itu atonia uteri, bagaimana mengenalinya, serta langkah-langkah yang bisa diambil untuk mendukung proses pemulihan.

Atonia uteri terjadi saat otot-otot rahim tidak berkontraksi cukup kuat setelah bayi lahir. Normalnya, setelah persalinan, rahim berkontraksi untuk membantu menghentikan perdarahan dari tempat plasenta menempel. Jika kontraksi ini tidak terjadi, pembuluh darah tetap terbuka dan menyebabkan perdarahan pasca persalinan yang berbahaya.

Atonia uteri terjadi pada sekitar 1 dari 20 persalinan, dan sebagian besar kasus dapat ditangani dengan intervensi medis segera.

Penyebab dan Faktor Risiko Atonia Uteri

Atonia Uteri

Sumber gambar: iStock

 

1. Persalinan Lama atau Cepat

Persalinan yang berlangsung terlalu lama atau terlalu cepat dapat meningkatkan risiko atonia uteri. Ketidakteraturan dalam durasi persalinan menyebabkan rahim bekerja lebih keras dan dalam waktu yang lebih lama, yang akhirnya bisa menyebabkan kelelahan pada otot rahim. Jika rahim tidak mampu berkontraksi dengan efektif, ini dapat memengaruhi proses kelahiran dan meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan.

2. Jumlah Janin yang Banyak (Kehamilan Kembar)

Kehamilan kembar atau dengan lebih dari satu janin memberikan tekanan ekstra pada rahim. Rahim yang meregang lebih jauh akibat kehamilan ganda bisa kehilangan tonus ototnya, sehingga berisiko mengalami atonia uteri setelah melahirkan. Kondisi ini terjadi karena otot rahim tidak dapat kembali ke ukuran semula dan berfungsi dengan baik untuk mengendalikan perdarahan setelah persalinan.

Baca juga: Program Hamil Anak Kembar Ternyata Mudah, Begini Caranya!

3. Plasenta Previa atau Retensi Plasenta

Plasenta previa, yang terjadi ketika plasenta menutupi jalan lahir, atau retensi plasenta, yaitu kondisi di mana sebagian plasenta tetap tertinggal di dalam rahim setelah persalinan, dapat mengganggu kontraksi rahim. Ketidaksempurnaan ini menyebabkan rahim tidak dapat mengompres pembuluh darah dengan baik, sehingga meningkatkan risiko perdarahan yang tidak terkendali.

4. Penggunaan Oksitosin Berlebihan

Oksitosin adalah hormon yang digunakan untuk merangsang kontraksi selama persalinan. Namun, penggunaan oksitosin yang berlebihan atau tidak terkontrol dapat menyebabkan rahim menjadi terlalu terstimulasi dan akhirnya “lelah”. Ketika rahim terus berkontraksi tanpa interval yang cukup untuk pemulihan, tonus otot rahim bisa menurun, meningkatkan risiko atonia uteri setelah persalinan.

Baca juga: Ini 6 Jenis Hormon Kehamilan yang Wajib Diketahui

5. Riwayat Atonia Uteri Sebelumnya

Moms yang pernah mengalami atonia uteri pada kehamilan sebelumnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalaminya kembali. Riwayat ini menjadi faktor risiko penting, karena adanya kelemahan pada otot rahim yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Atonia uteri yang berulang bisa berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan yang berat.

6. Infeksi Rahim

Infeksi pada rahim setelah persalinan dapat mengganggu kemampuan rahim untuk berkontraksi. Infeksi ini dapat menyebabkan peradangan yang menghalangi proses kontraksi yang normal, sehingga meningkatkan risiko atonia uteri. Infeksi pada rahim harus segera diobati dengan antibiotik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut yang bisa membahayakan Moms.

Gejala Atonia Uteri

Gejala utama atonia uteri adalah perdarahan berat setelah melahirkan. Selain itu, tanda-tanda lain yang bisa muncul:

  • Rahim terasa lunak atau “lemas” saat diperiksa
  • Tidak adanya kontraksi rahim
  • Tekanan darah menurun drastis
  • Denyut nadi cepat dan lemah
  • Kulit pucat, dingin, atau lembap
  • Pingsan atau pusing ekstrem

Baca juga: 8 Ciri-Ciri Rahim Tidak Sehat yang Perlu Diwaspadai

Penanganan Atonia Uteri

Atonia Uteri

Sumber gambar: Freepik

1. Pijat Rahim

Salah satu langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menangani atonia uteri adalah dengan melakukan pijat rahim. Pijat rahim dilakukan oleh dokter atau bidan dengan cara memijat perut bagian bawah, tepat di atas rahim, untuk merangsang kontraksi. Tindakan ini bertujuan untuk membantu rahim berkontraksi secara lebih efektif, sehingga dapat menghentikan perdarahan dan mengembalikan fungsi rahim setelah melahirkan.

Baca juga: Dampak Kelainan Bentuk Rahim pada Ibu Hamil

2. Obat-Obatan

Jika pijat rahim tidak cukup efektif, langkah selanjutnya adalah memberikan obat-obatan uterotonik untuk merangsang kontraksi rahim. Obat-obatan seperti oksitosin, misoprostol, atau ergometrin diberikan untuk membantu rahim berkontraksi dengan lebih kuat dan teratur. Obat-obatan ini bekerja dengan cara menstimulasi otot rahim agar kembali berfungsi dengan baik, menghentikan perdarahan, dan mengurangi risiko komplikasi lebih lanjut.

3. Pemasangan Balon Bakri

Jika langkah-langkah sebelumnya tidak memberikan hasil yang memadai, pemasangan balon Bakri bisa menjadi solusi untuk menghentikan perdarahan. Balon Bakri adalah balon steril yang dipasang di dalam rahim dan kemudian diisi dengan cairan untuk memberi tekanan pada dinding rahim. Tekanan ini akan membantu menghentikan perdarahan yang terjadi akibat atonia uteri dan memberikan waktu bagi rahim untuk berfungsi kembali.

4. Operasi

Dalam kasus yang lebih berat, di mana metode lainnya tidak memberikan hasil yang optimal, tindakan bedah mungkin diperlukan. Prosedur seperti ligasi arteri (memotong pembuluh darah utama) dapat dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi. Pada kasus yang sangat parah, histerektomi (pengangkatan rahim) mungkin menjadi pilihan terakhir untuk menyelamatkan nyawa Moms. Histerektomi dilakukan ketika upaya lain gagal dan perdarahan tidak dapat dikendalikan dengan cara non-bedah.

Pencegahan Atonia Uteri

Walaupun tidak semua kasus bisa dicegah, beberapa langkah berikut dapat membantu menurunkan risiko:

  • Pemantauan ketat selama dan setelah persalinan
  • Manajemen aktif kala tiga persalinan (misalnya pemberian oksitosin segera setelah lahir)
  • Penanganan faktor risiko seperti anemia atau infeksi sebelum persalinan

Atonia uteri adalah kondisi medis serius yang membutuhkan perhatian segera. Mengenali gejala, memahami faktor risiko, dan mengetahui langkah penanganan bisa menyelamatkan nyawa Moms. Dengan dukungan dari Dads dan kerja sama yang baik dengan tenaga medis, masa persalinan dan pemulihan tetap bisa dilalui dengan aman.

Untuk informasi lebih mendalam mengenai kesehatan sistem reproduksi, program kehamilan, atau solusi untuk masalah infertilitas, dokter-dokter di Morula IVF Indonesia siap membantu. Klinik fertilitas Morula IVF menawarkan konsultasi yang komprehensif dan profesional serta berbagai teknologi canggih seperti Inseminasi Buatan, Bayi Tabung, dan lainnya. Dengan pengalaman lebih dari dua dekade, Morula IVF memiliki tim spesialis kandungan yang berdedikasi untuk mendukung Moms dalam usaha memiliki anak yang sehat. Hubungi Morula IVF melalui website resmi atau secara langsung untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan konsultasi. 

Referensi:

Share Facebook Twitter WhatsApp

Artikel Terkait

Kesehatan 5 Jenis Keputihan dan Artinya bagi Kesehatan

5 Jenis Keputihan dan Artinya bagi Kesehatan

Admin
14 Nov 2025

Keputihan adalah cairan yang diproduksi secara alami oleh kelenjar di vagina dan serviks. Fungsi utamanya adalah menjaga kesehatan dengan membersihkan sel-sel mati dan bakteri dari area vagina. Namun, perubahan pada…

Selengkapnya
Kesehatan Benarkah Konsumsi Gula Berlebih Mempengaruhi Kesuburan?

Benarkah Konsumsi Gula Berlebih Mempengaruhi Kesuburan?

Hamzah
13 Nov 2025

Konsumsi gula berlebih dapat berdampak negatif pada kesuburan, baik pada pria maupun wanita. Gula dalam jumlah tinggi dapat mengganggu keseimbangan hormon, meningkatkan risiko resistensi insulin, serta berkontribusi terhadap peradangan dalam…

Selengkapnya
Kesehatan 5 Dampak Kekurangan Hormon Estrogen pada Kesehatan Wanita

5 Dampak Kekurangan Hormon Estrogen pada Kesehatan Wanita

Admin
08 Nov 2025

Kekurangan hormon estrogen bisa menimbulkan berbagai keluhan fisik dan emosional yang sering kali tidak disadari sejak awal. Baik Moms maupun Dads, penting untuk memahami bagaimana penurunan hormon ini bisa memengaruhi…

Selengkapnya