Infeksi vagina bisa menyerang siapa saja, termasuk selama kehamilan, dan seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman yang memengaruhi aktivitas sehari-hari. Meski terdengar umum, banyak Moms yang belum mengetahui jenis-jenis infeksi vagina dan kapan sebaiknya mencari bantuan medis. Infeksi vagina adalah kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, jamur, atau parasit tumbuh secara berlebihan dalam area vagina dan menyebabkan […]
Infeksi vagina bisa menyerang siapa saja, termasuk selama kehamilan, dan seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman yang memengaruhi aktivitas sehari-hari. Meski terdengar umum, banyak Moms yang belum mengetahui jenis-jenis infeksi vagina dan kapan sebaiknya mencari bantuan medis.
Infeksi vagina adalah kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, jamur, atau parasit tumbuh secara berlebihan dalam area vagina dan menyebabkan iritasi. Vagina memiliki keseimbangan alami flora normal (terutama bakteri baik seperti Lactobacillus) yang menjaga keasaman dan mencegah infeksi. Ketika keseimbangan ini terganggu, Moms bisa mengalami gejala seperti gatal, keputihan abnormal, nyeri saat buang air kecil, hingga bau tidak sedap.
Jenis-Jenis Infeksi Vagina

Sumber gambar: iStock
1. Vaginosis Bakterialis (BV)
Vaginosis bakterialis adalah salah satu jenis infeksi vagina yang paling umum, terjadi akibat ketidakseimbangan flora bakteri alami di area kewanitaan. Kondisi ini terjadi ketika jumlah bakteri jahat melebihi jumlah bakteri baik, sehingga menyebabkan perubahan pH vagina dan memicu infeksi. Gejala yang khas dari BV meliputi keputihan encer berwarna keabu-abuan yang disertai bau amis, terutama setelah berhubungan intim.
Meskipun sering kali tidak menimbulkan rasa gatal, bau yang menyengat bisa sangat mengganggu kenyamanan. Jika tidak ditangani dengan tepat, BV dapat meningkatkan risiko infeksi menular seksual dan komplikasi saat kehamilan. Oleh karena itu, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter jika muncul gejala mencurigakan.
2. Infeksi Jamur (Kandidiasis)
Infeksi jamur pada vagina, atau kandidiasis, disebabkan oleh pertumbuhan berlebih jamur Candida albicans yang sebenarnya memang hidup secara alami dalam tubuh. Namun, ketidakseimbangan hormon, antibiotik, atau sistem imun yang lemah dapat membuat jamur ini berkembang tak terkendali. Gejala umum kandidiasis meliputi keputihan kental seperti susu, rasa gatal intens, serta kemerahan dan sensasi terbakar di area vagina.
Infeksi ini bisa menyerang siapa saja dan sering kali muncul menjelang menstruasi atau selama kehamilan karena perubahan hormon. Walau tidak menular lewat hubungan seksual, infeksi jamur tetap membutuhkan penanganan medis agar tidak berulang. Pengobatan biasanya berupa obat antijamur dalam bentuk krim, tablet, atau supositoria.
Baca juga: Mengatasi Vagina Gatal: Penyebab dan Solusinya
3. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis, dan umumnya ditularkan melalui hubungan seksual tanpa pengaman. Infeksi ini kerap tidak menimbulkan gejala pada sebagian wanita, namun bila muncul, gejalanya bisa cukup mencolok seperti keputihan berbusa dengan warna kehijauan atau kekuningan, bau menyengat, serta rasa nyeri saat buang air kecil atau berhubungan intim.
Karena mudah menular, trikomoniasis memerlukan pengobatan baik untuk penderita maupun pasangannya untuk mencegah infeksi berulang. Diagnosis biasanya dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium, dan pengobatan standar berupa antibiotik seperti metronidazole. Segera lakukan pemeriksaan jika mengalami keputihan tidak biasa agar infeksi tidak berkembang lebih parah.
4. Vaginitis Non-infeksi
Tidak semua gangguan pada vagina disebabkan oleh infeksi. Vaginitis non-infeksi terjadi akibat iritasi atau alergi terhadap produk tertentu seperti sabun wangi, detergen, pembalut, pelumas, atau bahan kimia lainnya. Meskipun tidak menular, kondisi ini tetap bisa menimbulkan gejala seperti gatal, kemerahan, rasa terbakar, hingga keputihan ringan yang mengganggu.
Menghindari pemicu iritasi merupakan langkah utama dalam menangani vaginitis jenis ini. Pemilihan produk yang aman untuk area sensitif, mengenakan pakaian dalam berbahan katun, dan menjaga kebersihan tanpa berlebihan dapat membantu mengurangi risiko.
Baca juga: Vaginal Douching: Apakah Aman untuk Kesehatan Reproduksi?
Penyebab dan Faktor Risiko Infeksi Vagina

Sumber gambar: Freepik
1. Penggunaan Antibiotik Berlebihan
Salah satu penyebab umum infeksi vagina adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan atau tidak sesuai anjuran. Antibiotik memang berguna untuk melawan infeksi bakteri, tetapi di sisi lain juga dapat membunuh bakteri baik di area vagina. Ketika keseimbangan flora vagina terganggu, jamur seperti Candida bisa tumbuh berlebihan dan menyebabkan infeksi.
Penting bagi Moms untuk menggunakan antibiotik hanya berdasarkan resep dokter. Konsumsi yang sembarangan bisa merusak keseimbangan alami tubuh, termasuk flora di area kewanitaan. Jika Moms merasa perlu antibiotik, pastikan untuk tetap menjaga kebersihan dan memperkuat daya tahan tubuh agar flora vagina tetap stabil.
2. Perubahan Hormon
Perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan, menyusui, atau menopause bisa memicu gangguan pada keseimbangan pH vagina. Saat hormon estrogen menurun, lapisan pelindung di vagina bisa menipis dan menjadi lebih rentan terhadap infeksi, baik oleh bakteri maupun jamur.
Ketidakseimbangan hormon ini juga bisa menyebabkan kekeringan vagina dan mengurangi jumlah bakteri baik seperti Lactobacillus. Untuk mencegah infeksi, Moms disarankan menjaga kebersihan dengan cara yang lembut serta berkonsultasi dengan dokter saat mengalami gejala tidak nyaman pada vagina selama fase hormonal tertentu.
Baca juga: Ini 6 Jenis Hormon Kehamilan yang Wajib Diketahui
3. Sistem Imun yang Melemah
Daya tahan tubuh yang menurun, baik karena penyakit kronis, stres berat, maupun kelelahan, dapat membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi, termasuk di area kewanitaan. Ketika sistem imun lemah, tubuh sulit mengontrol pertumbuhan mikroorganisme jahat di vagina.
Kondisi ini memungkinkan bakteri atau jamur berkembang lebih cepat dan menyebabkan gejala seperti gatal, keputihan tidak normal, hingga rasa terbakar. Moms bisa mengurangi risikonya dengan menjaga pola makan bergizi, istirahat cukup, dan mengelola stres dengan baik untuk menjaga imun tetap optimal.
Baca juga: Cara Meningkatkan Imunitas Tubuh Saat Hamil
4. Penggunaan Produk Pembersih Vagina yang Mengandung Parfum
Banyak wanita menggunakan sabun kewanitaan berparfum untuk merasa lebih bersih dan wangi, padahal produk seperti ini justru bisa mengiritasi dan mengganggu pH alami vagina. Kandungan bahan kimia dan pewangi dapat menyebabkan alergi, iritasi, atau bahkan memicu pertumbuhan bakteri dan jamur.
Vagina sebenarnya memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya sendiri. Karena itu, sebaiknya Moms memilih produk pembersih yang lembut, bebas parfum, dan hanya digunakan di bagian luar saja. Hindari douching atau mencuci bagian dalam vagina, karena justru dapat meningkatkan risiko infeksi.
5. Hubungan Seksual Tanpa Kondom
Berhubungan intim tanpa kondom dapat meningkatkan risiko tertular infeksi menular seksual (IMS) yang bisa memicu infeksi vagina. Selain itu, sperma juga bisa mengubah keseimbangan pH vagina dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme berbahaya.
Menggunakan kondom tidak hanya mencegah kehamilan, tetapi juga melindungi Moms dari berbagai bakteri dan virus penyebab infeksi. Jika Moms aktif secara seksual, pastikan untuk menjaga komunikasi dengan pasangan mengenai kesehatan reproduksi dan lakukan pemeriksaan rutin bila diperlukan.
Baca juga: Perlukah Membersihkan Vagina Setelah Berhubungan?
6. Pemakaian Celana Ketat atau Tidak Menyerap Keringat
Celana dalam yang terlalu ketat atau berbahan sintetis dapat memerangkap panas dan kelembapan di area kewanitaan. Lingkungan yang lembap ini sangat ideal bagi pertumbuhan jamur dan bakteri penyebab infeksi vagina.
Untuk mencegahnya, Moms sebaiknya memilih pakaian dalam berbahan katun yang menyerap keringat dan menggantinya secara rutin, terutama setelah berolahraga atau berkeringat banyak. Hindari juga memakai celana ketat dalam waktu lama untuk memberi ruang bernapas bagi area intim.
Gejala Infeksi Vagina yang Perlu Diwaspadai
Berikut beberapa tanda-tanda infeksi vagina yang umum terjadi:
-
Keputihan abnormal (warna, tekstur, bau)
-
Rasa gatal atau terbakar di area vagina
-
Kemerahan atau bengkak
-
Nyeri saat berhubungan intim
-
Rasa nyeri saat buang air kecil
-
Perdarahan ringan di luar masa haid (pada kasus tertentu)
Jika Moms mengalami gejala di atas secara terus-menerus, sangat disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
Cara Mengatasi Infeksi Vagina

Sumber gambar: Freepik
1. Obat-obatan
Langkah pertama untuk mengatasi infeksi vagina adalah dengan penggunaan obat-obatan sesuai jenis infeksinya. Untuk vaginosis bakterialis dan trikomoniasis, dokter biasanya akan meresepkan antibiotik seperti metronidazole atau tinidazole. Sedangkan untuk infeksi jamur akibat Candida, antijamur seperti clotrimazole atau fluconazole sering digunakan, baik dalam bentuk krim oles maupun tablet oral.
Jenis dan durasi pengobatan tergantung pada tingkat keparahan infeksi yang dialami Moms. Beberapa kasus ringan bisa diatasi dengan pengobatan topikal, sementara infeksi berulang atau parah mungkin memerlukan obat oral. Sangat penting untuk menyelesaikan seluruh dosis obat yang diresepkan meskipun gejala sudah mereda, agar infeksi benar-benar sembuh dan tidak kembali.
Baca juga: 5 Jenis Obat yang Dilarang Saat Hamil
2. Perubahan Gaya Hidup
Selain pengobatan, perubahan gaya hidup sehari-hari juga sangat membantu dalam proses pemulihan dan pencegahan infeksi vagina berulang. Gunakan pakaian dalam berbahan katun yang menyerap keringat dan hindari celana ketat yang memerangkap kelembapan. Kebersihan area genital juga harus dijaga dengan baik, terutama saat menstruasi atau setelah beraktivitas fisik.
Moms juga sebaiknya menghindari sabun beraroma, tisu basah berpewangi, atau produk kewanitaan yang mengandung bahan kimia keras. Saat membersihkan area intim, bersihkan dari arah depan ke belakang agar bakteri dari anus tidak berpindah ke vagina. Setelah mandi, berenang, atau berkeringat, pastikan area vagina dikeringkan dengan benar untuk mencegah tumbuhnya jamur atau bakteri.
Baca juga: Penyebab Infeksi Jamur Vagina saat Hamil, Cek dan Segera Atasi!
3. Perawatan Alami (dengan konsultasi dokter)
Beberapa Moms memilih pendekatan alami untuk menjaga keseimbangan flora vagina, seperti mengonsumsi yogurt dengan kultur hidup atau suplemen probiotik yang mengandung Lactobacillus. Probiotik ini berperan penting dalam menjaga populasi bakteri baik di vagina, sehingga dapat membantu melawan pertumbuhan mikroorganisme jahat penyebab infeksi.
Namun penting untuk diingat bahwa perawatan alami sebaiknya tidak digunakan sebagai pengganti pengobatan medis tanpa arahan dokter. Diskusikan terlebih dahulu dengan dokter kandungan sebelum mencoba metode alternatif ini, agar penggunaannya tetap aman dan efektif sesuai kondisi tubuh Moms.
Untuk informasi lebih mendalam mengenai kesehatan sistem reproduksi, program kehamilan, atau solusi untuk masalah infertilitas, dokter-dokter di Morula IVF Indonesia siap membantu. Klinik fertilitas Morula IVF menawarkan konsultasi yang komprehensif dan profesional serta berbagai teknologi canggih seperti Inseminasi Buatan, Bayi Tabung, dan lainnya. Dengan pengalaman lebih dari dua dekade, Morula IVF memiliki tim spesialis kandungan yang berdedikasi untuk mendukung Moms dalam usaha memiliki anak yang sehat. Hubungi Morula IVF melalui website resmi atau secara langsung untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan konsultasi.
Referensi
- Bupa. “Vaginal Infections.” Tanggal Akses: 12 April 2025.
- American College of Obstetricians and Gynecologists. “Think You Have a Vaginal Infection? Here’s What You Need to Know.” Tanggal Akses: 12 April 2025.
- Medical News Today. “Vaginal Infections.” Tanggal Akses: 12 April 2025.